Resume
This story tells about students at second grade of Elementary School who have to bring an "Empat Sehat Lima Sempurna" meal to school. Ami brings the meal, but her friend nudges Ami's lunchbox unconsciously. It makes the milk pours into the meal, so Ami can't eat any of it. The problem solves hen some friend try to help her by share their food. The accident makes the students learn about one important thing: the joy of sharing.
Idea
I got the idea when I had to bring an "Empat Sehat Lima Sempurna" meal to school. That time, I was on second grade of Elementary School. Unlike the others, my mom didn't gave me a box of milk. She mixed my daily milk: Dancow and Milo, then packed it using plastic. She didn't know, when I opened my lunchbox at school, the milk had poured into the rice, egg, etc. I was so shocked until I didn't know what I had to do. Then, when my classmates ate their meal happily, I was the only one who was at the faucet in front of my class, tried to wash the food that left: the orange. This accident gave me a strong impression until now. That's why I decided to write it as a children stories. Of course, I added a happy ending to this story.
I tried to combine it using the old version of Photo Joiner so you can read it directly from the newspaper version, but it left some blank space in the middle 😞 |
***
Hari
Membawa Bekal Ke Sekolah
Ami
tak sabar menunggu esok hari. Minggu lalu Bu Tari mengumumkan tentang
“Hari Membawa Bekal Ke Sekolah”. Semua anak diwajibkan membawa
bekal berisi Empat Sehat Lima Sempurna. Tadi Ami sudah meminta Ibu
mempersiapkan bekalnya. Kini ia tak sabar membayangkan bekal apa yang
akan dibuat Ibu besok.
“Bu,
bekalnya tidak kelupaan kan?” tanya Ami keesokan harinya sebelum
berangkat sekolah.
“Tidak,
sudah Ibu masukkan ke tas. Hati-hati membawanya ya,” pesan Ibu.
Ami
pun berangkat ke sekolah dengan riang. Di kelas, sudah banyak
teman-temannya yang datang. Mereka sibuk membandingkan bekal yang
dibawa.
“Ami,
kamu bawa bekal apa? Lihat, Ibu membawakanku rendang dan oseng
jamur,” kata Lia senang.
Ami
mengangkat bahu. Ia sengaja tak mencari tahu masakan apa yang dibuat
Ibu. Gadis kecil itu ingin mengetahuinya saat membuka bekalnya nanti.
Teng-teng-teng!
Bel sekolah berbunyi, Bu Tari pun masuk ke kelas. Ia tersenyum
melihat anak-anak yang sudah tak sabar menunggu saat memakan bekal.
“Simpan
dulu bekalnya, sekarang kita berdoa lalu mendengarkan cerita tamu
Ibu.”
Wah,
ternyata Bu Tari membawa tamu! Ia seorang pendongeng. Pak Ali
namanya. Ia membawa sebuah panggung boneka dan beberapa buah boneka
tangan. Saat bercerita, boneka tangan itu digunakannya. Cerita dan
bertuturnya pun sangat menarik, Ami dan teman-teman jadi antusias
memperhatikannya.
Setelah
Pak Ali selesai bercerita, Bu Tari mengijinkan murid-murid membuka
dan mulai memakan bekal yang mereka bawa. Mendengar itu, suasana
menjadi gaduh. Anak-anak saling melirik bekal teman di kanan dan
kirinya. Mereka tak lagi membandingkan, tapi saling bersaing tentang
bekal siapa yang terbaik.
Ami
diam saja melihat kelakuan teman-temannya. Ia berkonsentrasi pada
bekal yang dibawa. Ibu benar-benar membuatkan masakan kesukaannya.
Ada nasi merah, ayam goreng madu, ca brokoli dan jeruk. Susu coklat
kesukaan Ami pun tak lupa ditaruh Ibu di botol tempat minum.
Saat
Ami hendak makan, tiba-tiba.. Ups! Isi botol tempat minum itu tumpah
karena tersenggol Andre. Tumpahannya masuk ke dalam bekal makan Ami.
Gadis itu memandang nasi, lauk dan sayurnya yang kini bercampur susu
dengan muka ngeri sementara Andre tak hentinya meminta maaf.
“Percuma
saja, sekarang bekal buatan Ibu tak bisa dimakan lagi,” pikir Ami
sedih. Padahal ia sudah menungu-nunggu “Hari Membawa Bekal Ke
Sekolah” ini sejak lama.
Bu
Tari yang melihat kejadian itu membantu Ami membersihkan bekalnya. Ia
juga meminta murid-murid yang lain untuk saling berbagi bekal.
“Anak-anak, adakah di antara kalian yang mau berbaik hati membagi
sedikit bekalnya pada Ami?” ucap Bu Tari lembut.
Murid-murid
pun saling berpandangan. Ajaib! Mereka yang tadinya ribut dan saling
bersaing bekal kini justru mau berbagi. Pelan-pelan mereka menuju ke
meja Ami.
“Aku
punya satu piring plastik, pakai saja Ami! Oh ya, ini sendoknya,”
kata Andra menawarkan.
“Nasi
yang kubawa kebanyakan, aku bagi ke kamu ya!” kata Dimas baik hati.
“Nih,
makan saja bola-bola ayamku. Masih ada banyak lagi di tempatku,”
tawar Chika.
“Aku
bawa anggur dan jeruk. Aku bagi dua-duanya ke kamu ya. Tapi cuma bisa
sedikit,” seru Mentari.
“Aku
bawa dua susu kotak, untukmu satu,” kata Bayu.
“Aku
tak suka buncis dan wortel, buat kamu saja!” kata Dimas.
Ami
memberengut. Temannya ini memang selalu nakal. Sekarang ia cari-cari
kesempatan untuk tak memakan sayur yang ia bawa. Ami meminggirkan
piring plastiknya sehingga Dimas tak bisa menaruh kedua sayur itu. Bu
Tari lalu ikut memberi Ami ca taoge, padahal Ami tak pernah suka
makan taoge.
Tanpa
terasa, jumlah makanan pemberian teman-teman Ami makin banyak.
Padahal masing-masing hanya bisa memberi sedikit, tapi kini
makanan-makanan itu mulai menumpuk. Jumlahnya hampir sama dengan
bekal yang Ami bawa tadi. Ami lalu memakan makanan itu satu-satu,
tapi..
“Duh,
bagaimana ini, aku kan tidak suka taoge. Tapi kalau tak kumakan,
nanti Bu Tari tersinggung,” pikir Ami bingung.
Dengan
terpaksa Ami memakan sayur itu. Ami mencampurnya dengan bola-bola
daging pemberian Chika. Ia melahapnya cepat-cepat. Hmm, rasanya
ternyata lumayan, tak seperti yang tadi Ami bayangkan.
Ami
senang, karena susu coklat miliknya tumpah, ia jadi bisa belajar
menghargai pemberian orang. Teman-temannya pun tak lagi egois dan
bersaing bekal masing-masing, tapi justru belajar berbagi dan
memberi. Hal itu membuat acara makan ini makin mengasyikkan bagi Ami.
0 komentar:
Post a Comment