I remembered, I was reading Bobo at Gramedia Sudirman, Yogyakarta. Suddenly, I felt disappointed because I couldn't find the title of my creation in the list of "Cerita Pilihan". Then, I flipped the pages unintentionally and read, "Keluarga Boneka Sarung Tangan". Stupidly, I flipped the page once again before I started to think, "Wait a minute, why do I feel familiar with these title?" Then I read, "Keluarga Boneka Sarung Tangan, by Inez Christyastuti Hapsari."
Whoa!!! I almost yelled. I texted my father quickly and he said that he proud of me and thanks God, I didn't scream in public space, hehe. Anyway, two things which made me really happy at that time: the gorgeous illustration and how Bobo didn't make any mistake in writing my middle name.
Resume
This story tells about some things which disappear from home: a pair of gloves, dacron which fills bolsters and craft equipment. The householder accuse Lucy the cat as the perpetrator, but they are wrong. The perpetrator was Nita, the youngest children at home. She took away the things and equipment, brought it to Nek Prita's house, then asked her to make a doll from gloves.
Idea
I got the idea when sock's doll became a trend in Special Region of Yogyakarta Province. Then I thought, "Ah, I had a crafting book that teaches about how to make a doll from gloves. Why I do not write a story about it?" Hehe.
***
Keluarga Boneka Sarung Tangan
Sudah hampir pukul
satu siang. Ayah terburu-buru berangkat ke kantor setelah makan siang
di rumah. Ia mencari sepasang sarung tangannya di lemari. Tapi,
di mana sarung tangan itu?
“Rasanya aku mempunyai sepasang
sarung tangan di sini,” kata Ayah bingung.
Ibu membantu Ayah mengobrak-abrik
lemari untuk mencari sarung tangan itu. Belum selesai mencari,
terdengar teriakan Bima.
“Siapa yang merusak gulingku?”
serunya dari kamar sebelah.
Ibu tergopoh-gopoh datang. Dilihatnya
guling kesayangan Bima kini berlubang. Sedikit dakron yang mengisi
bagian dalam guling pun menyembul keluar. Kini guling itu terlihat
kempis.
“Hei, siapa yang mengambil isi kotak
prakarya milikku?” kini gantian Tita yang berteriak marah.
Tita mempunyai kotak kecil berisi
peralatan prakarya yang isinya lengkap sekali. Ada benang wol, lem,
kain flanel warna-warni, manik-manik dan mata kocak yang tersimpan
rapi. Tapi kini kotak itu terlihat berantakan. Beberapa isinya
menghilang.
”Lucy, ini pasti ulahmu!” tuduh
Tita kesal. Sementara
Lucy yang dituduh hanya diam saja dan mengoletkan badannya.
”Miauw,” Lucy
mengeong. Ia tampak tak peduli dengan keriuhan yang terjadi di
sekitarnya.
”Lucy, cepat
tunjukkan di mana kau sembunyikan barang-barang yang hilang itu!”
perintah Bima tak sabar.
Lucy menatap Bima dengan jengkel.
Dengan pelan Lucy meregangkan tubuhnya, lalu mulai berjalan ke arah
rumah sebelah mereka.
”Kau sembunyikan
barang-barang itu di rumah Nek Prita? Lucy, kau kucing yang nakal!”
komentar Tita.
Lucy terlihat tak
peduli. Ia melewati pagar, lalu santai saja masuk ke dalam rumah Nek
Prita melalui pintu yang terbuka. Kepergiannya diikuti Bima, Tita
serta Ayah dan Ibu.
”Nah, sudah selesai!”
Dari dalam rumah
terdengar suara Nek Prita, diikuti tepuk tangan dan tawa senang
seorang anak perempuan. Bima,
Tita serta Ayah dan Ibu melongok ke dalam.
O-ow! Ternyata
semua barang yang mereka cari ada di sana! Tapi
bentuknya kini tak sama lagi seperti aslinya. Sarung tangan abu-abu
yang dicari Ayah kini sudah berubah bentuk menjadi keluarga boneka
sarung tangan. Bagian dalamnya diisi dakron dari guling kesayangan
Bima yang kini berlubang. Sedangkan
kain flanel dari kotak prakarya milik Tita sudah berubah menjadi
telinga keluarga kucing. Sepasang mata kocak melengkapi muka
masing-masing anggota keluarga kucing itu.
“Ibu, sekarang
aku punya boneka keluarga kucing!” seru Nita senang. Sebelumnya
gadis kecil itu sudah melihat kedatangan keluarganya yang tiba-tiba.
“Oh, halo semua,”
sapa Nek Tita. ”Aku baru saja membuatkan keluarga boneka sarung
tangan untuk Nita. Dia membawa barang-barang yang kubutuhkan, lalu
memintaku untuk membuatkannya.”
“Bagus kan?” seru Nita senang,
sementara keluarganya terheran-heran. “Aku menemukan sepasang
sarung tangan Ayah yang sudah kumal, jadi kupakai saja. Dan Kak Tita
memberikan barang-barang yang kubutuhkan dari kotak prakarya itu
kepadaku.”
“Hei! Aku tidak
memberikannya!” sergah Tita.
“Kakak
memberikannya padaku kok!” kata Nita bersikeras. ”Aku memintanya
waktu Kakak hendak main ke rumah temannya, dan Kak Tita bilang iya.”
Tita terlihat malu. Ia ingat, waktu
itu ia hendak bermain ke rumah Nana. Karena terburu-buru, ia tidak
memperhatikan apa yang dikatakan Nita dan hanya berkata “ya”.
“Kalau dakronnya,
aku ambil dari guling Kak Bima yang berlubang. Aku menarik-nariknya
sedikit, tapi yang kudapatkan banyak sekali!” kata Nita senang.
“Nita, kau sangat
nakal!” seru Bima kesal.
”Oh, maafkan aku.
Nita tidak salah. Aku tak bertanya padanya, darimana ia mendapatkan
barang-barang ini dan langsung membuatkan boneka keinginannya. Aku
minta maaf,” seru Nek Prita. Ia terlihat tak enak hati.
Ayah berusaha
meredakan masalah. ”Sudah, tak semuanya salah Nita. Kita juga
teledor dengan barang-barang milik kita,” kata Ayah. ”Terima
kasih Nek Prita, sudah mau membuatkan boneka untuk Nita.”
Nek Prita tersenyum
sementara Nita memandang muka Ayah dan Nek Prita bergantian. ”Jadi..
aku boleh memiliki boneka ini?” tanya Nita memastikan.
”Tentu saja,”
jawab Ayah sambil mengangguk.
”Yei!” kata
Nita sambil bersorak kegirangan.
Untunglah misteri
hari itu terpecahkan. Di tengah keriuhan itu, Lucy meregangkan
tubuhnya. Ia terlihat bosan.
”Miaw!” Lucy
mengeong, seakan ingin mengatakan, ”Sudah kubilang, bukan aku
pelakunya kan?”
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete