Hi! This is a children story about Gang Baru, a traditional market in my hometown, Semarang. It is one of my favorite place to spend Sunday afternoon. The alley is filled by food and snack, fish and vegetable, mostly sold by Chinese descent in Pecinan area.
I was thinking about that place for a long time and what idea I could use to wrap it perfectly as a children story. However, the ideas was stuck for a long time, without finding its correlation; about a market and camera, first day of school, memory about mom's missing purse when I was in ES (she finally found it in plastic shopping bag, after being told by Budhe Win, our last housekeeper) and so on. I am glad I can link all of it and show you as a full children story ☺
So, please kindly read, use your imagination and enjoy your time! Last but not least, don't forget to put the source if you want to use this story. Don't do any kind of plagiarism, okay?
***
Detektif Pasar
“Ma, ayo jalan-jalan!” bujuk
Chika.
Mama menggeleng, sambil tetap
membereskan barang-barang. Baru seminggu ini keluarga Chika pindah ke
Semarang, karena itu rumah mereka masih berantakan.
“Kalau begini, bagaimana aku
bisa menyelesaikan tugas mengarang,” keluh Chika.
Kemarin, saat hari pertama masuk
sekolah, Chika mendapat tugas menulis cerita tentang liburan. Buat
Chika, tugas itu susah karena ia tidak punya cerita liburan yang
menyenangkan. Hampir semua teman berlibur ke luar kota, sementara
Chika hanya membantu Mama pindah rumah.
Tadinya Chika berharap, akhir
pekan ini, Mama akan mengajaknya jalan-jalan. Guru Bahasa Indonesia
Chika memberi tahu, kalau tidak sempat liburan, ceritanya bisa
diganti dengan jalan-jalan saat akhir pekan. Tapi rencana itupun
batal karena Papa ke luar kota sehingga tidak bisa mengantar.
“Chika ikut Mama ke pasar saja
yuk, belanja untuk hantaran,” ajak Mama. Rencananya, sebagai tanda
perkenalan, Mama akan memasak untuk para tetangga di sekitar rumah.
“Ah, tidak seru!” kata Chika.
Tapi toh, ia ikut juga karena tidak ada kesibukan.
Dengan menumpang becak, Mama,
Chika dan Kak Raka pergi dari rumah mereka di Seteran ke kawasan
Pecinan. Chika duduk dipangku Mama. Sepanjang jalan, di kawasan itu,
Chika terkesima melihat banyaknya kelenteng di kanan-kiri jalan.
Tiba-tiba, becak mereka berhenti di depan sebuah gang.
“Nah, sudah sampai,” kata
Mama. “Ini namanya Gang Baru. Pagi sampai siang, gang ini dipenuhi
penjual, seperti pasar.”
Chika mengangguk. Ia terkesima
melihat penjual rebung
atau
tunas bambu muda, bahan isian lumpia Semarang, memadati ujung gang.
“Ma,
Chika mau itu!” seru Chika.
Belum
sempat berjalan jauh, Chika sudah berhenti dan minta dibelikan
cemilan dan
minuman.
“Ya
sudah, kamu duduk di sana dulu. Mama mau membeli rebung
dulu,”
sahut Mama.
Dengan
gembira Chika duduk dan memesan cakwe
serta
wedang tahu.
Itu minuman khas Semarang, beraroma jahe, berisi kembang
tahu,
yang terbuat dari sari kedelai. Keringat membasahi dahinya, sebagian
karena terik matahari, sebagian karena panas wedang
tahu
yang ia beli.
“Chika,
lihat sini!” seru Kak Raka.
Cekrek!
Tiba-tiba Kak Raka memotret Chika yang sedang asyik makan. Ia juga
memotret buruh gendong serta para penjual sayur.
source: Pinterest (Elise Gravel) |
“Wah,
Bu, lihat! Kita masuk TV!” celetuk salah seorang pedagang yang
keliru mengenali kamera Kak Raka sebagai handycam.
Kak
Raka tersipu, namun tetap melanjutkan memotret sampai Mama datang.
“Ayo
jalan lagi. Mama mau belanja sayur dulu,” seru Mama setelah
mencicipi sedikit wedang
tahu
yang Chika pesan.
Chika
dan Kak Raka pun melanjutkan perjalanan. Di kios penjual sayur,
mereka menunggu Mama selesai memilih brokoli, tomat, wortel dan
jamur.
“Berapa
semuanya?” tanya Mama.
“Tiga
puluh ribu.”
Mama
mengangguk dan mengambil dompet dari tas selempang yang dibawa.
Namun..
“Lho,
dompetku kok tidak ada?” tanya Mama kebingungan.
Mama
kembali meneliti tiap sudut tasnya dengan hati-hati, tapi dompet itu
tidak ada. Saat mencari di tas belanja, ternyata isi tas itu berbeda!
“Kok
ada ayam? Perasaan tadi Mama cuma membeli rebung.”
Astaga,
sepertinya, tas belanja Mama tertukar! Padahal, dompet Mama
tertinggal di sana.
“Tolong,
siapa yang bisa menemukannya akan saya beri hadiah,” seru Mama.
Suasana
pasar jadi sedikit gaduh. Para penjual dan buruh gendong yang tahu
masalah itu mencoba membantu, tapi tas itu tidak ketemu. Dengan
panik, Mama menyuruh Chika dan Kak Raka tetap di situ, sementara Mama
menyusuri kembali jalan yang tadi dilalui.
“Klik!
Klik!”
Chika
mendelik. “Kak Raka bagaimana sih, bukannya membantu malah asyik
main kamera,” omelnya.
“Hm..
Tenang saja, aku tahu di mana tas Mama.”
Saat
Mama kembali, Kak Raka menunjukkan foto Chika yang tadi dipotretnya.
Di foto itu, Chika sedang tersenyum, sementara Mama berdiri di
belakang sambil memegang mangkuk berisi wedang
tahu.
Tas kain warna hijau yang biasa Mama bawa untuk mengurangi penggunaan
kantong plastik tiap belanja, tergeletak dekat kaki Mama.
Namun,
ada tas lain di sana! Tas kain warna hijau yang sama, juga tergeletak
dekat kaki Mama. Sesosok Ibu tampak sedang membungkuk untuk
mengambilnya.
Celaka!
Sepertinya, tanpa sadar tas Mama sudah tertukar dengan tas Ibu itu.
Kak
Raka mulai memencet tombol lain dan memperbesar foto. Meski muka Ibu
itu terhalang bambu penyangga payung kain pelindung panas, tapi
pakaiannya terlihat jelas. Biru, dengan motif bunga warna ungu.
Mama
mulai melongok ke sana kemari, mencari si ibu pemakai baju warna
biru. Tapi, terlalu banyak orang yang memakai baju dengan warna sama
saat itu.
Dengan
putus asa, Mama melongok lebih jauh, sampai kemudian dilihatnya
seorang Ibu berbaju biru bergegas menuju ujung gang. Tangannya
menjinjing tas kain warna hijau.
Mama
buru-buru menghentikannya. “Maaf, apa ini punya Anda?”
Muka
Ibu itu bingung sejenak, tapi lalu memeriksa tas yang Mama bawa.
“Benar,
ini punya saya!” katanya lega. “Ah, tadi saya bingung sekali,
kenapa isi tas saya berbeda. Ada dompet yang tidak saya kenal di
dalam sana."
source: Pinterest (theinspirationgrid.com) |
Mama
tersenyum, menukar tas kain hijau identik itu, lalu mengucapkan
terima kasih. Tak lupa Mama mengeluarkan dompet dan membayar ke
penjual sayur yang sedari tadi menunggu.
“Untung
tas dan dompetnya ketemu. Kalau tidak, mungkin Chika dan Kak Raka
harus pulang berjalan kaki sampai ke rumah,” komentar Mama.
“Tapi
Mama sepertinya melupakan sesuatu.”
Alis
Mama terangkat. “Apa itu?”
“Kan
tadi Mama bilang akan memberikan hadiah untuk yang menemukan tas dan
dompet Mama.”
“Iya.
Kan, hari ini kami sudah jadi detektif pasar yang menyelamatkan
Mama,” seru Chika.
Mama
tersenyum lebar. Dengan gemas ia mencubit pipi anak-anaknya. Sebagai
hadiahnya, sebelum pulang, Mama membolehkan Chika dan Kak Raka
memilih jajanan untuk dibawa ke rumah. Chika memilih lopis,
sementara Kak Raka minta dibelikan klepon
untuk camilan selama perjalanan pulang.
Chika
senang. Hari ini ia tidak hanya bisa mengenal lebih jauh Kota
Semarang, tapi juga mendapat bahan untuk menulis cerita tentang
liburan!
0 komentar:
Post a Comment